Makalah Komunikasi
KOMUNIKASI NONVERBAL
Makalah Ini Di Presentasikan Dalam Bentuk Diskusi Dengan Dosen Pemandu
Ibu. Pattaling M. S.i
Di Susun Oleh
Kelompok III
Manto N Mustapa
Novlin Hippy
Rizal Al Hasan
Rahmawati Dai
Ramli Wa Ode Sati Siskawati Usman
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI GORONTALO
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
T.A. 2014 - 2015
KATA PENGANTAR
بِسْÙ…َ اللهِ الرØْÙ…َÙ†ِ الرØِÙŠْÙ…ِ
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat
aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Komunikasi Nonverbal”
tepat pada waktunya.
Maksud dan tujuan dari
penulisan makalah ini tidaklah lain adalah untuk memenuhi salah satu dari
sekian kewajiban pada mata kuliah “Pengantar Ilmu Komunikasi” serta merupakan bentuk tanggung jawab
langsung penulis pada tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, penulis juga
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis
sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan
hanya milik Tuhan Azza Wajalla hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca
Akhirnya penulis hanya bisa berharap,
bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan
sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca,
ataupun seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,
Gorontalo, 19
November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang..................................................................................................
b. Rumusan Masalah..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Komunikasi
Nonverbal....................................................................
b. Fungsi Komunikasi Nonverbal..........................................................................
c. Klasifikasi Pesan Nonverbal..............................................................................
d. Bahasa Tubuh....................................................................................................
e. Sentuhan............................................................................................................
f. Parabahasa.........................................................................................................
g. Penampilan Fisik................................................................................................
h. Bau-bauan..........................................................................................................
i.
Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi....................................................................
j.
Konsep Waktu...................................................................................................
k. Diam..................................................................................................................
l.
Warna................................................................................................................
m. Artefak..............................................................................................................
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan........................................................................................................
b. Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan
disampaikan menggunakan symbol, gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan
kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya,
simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.Para ahli di bidang komunikasi nonverbal
biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat,
dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan.
Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi
nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong
sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan
komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Meskipun
secara teoritis komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal,
dalam kenyataanya kedua jenis komunikasi itu jalin-menjalin dalam komunikasi
tatap muka sehari-hari.Sebagian ahli berpendapat, terlalu mengada-ada
membedakan kedua jenis komunikasi ini.Dalam bahasa tanda Amerika untuk kaum
tuna rungu gerakan tangan yang digunakan sebenarnya bersifat linguistic.Dan
dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan nonverbal itu hamper selalu
berlangsung bersama-sama dalam berkombinasi.Kedua jenis rangsangan itu
diinterpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan.Tidak ada struktur yang
pasti, tetap, dan dapat diramalkan mengenai hubungan antara komunikasi verbal
dan komunikasi nonverbal.Keduanya dapat berlangsung spontan, serempak, dan
non-sekuensial.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Komunikasi Nonverbal?
2.
Apa
saja hal-hal yang di bahas dalam Komunikasi Nonverbal?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Komunikasi
Nonverbal
Komunikasi
nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan menggunakan symbol,
gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek
seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya
berbicara.Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi
"tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan
komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa
isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal
karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong
sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa
komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Kita mengpersepsi manusia
tidak hanya lewat bahasa verbal-nya: bagaimana bahasanya (halus, kasar,
intelektual, mampu berbahasa asing, dsb), namun juga melalui perilaku
nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “ Bukan
apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya. “ Lewat perilaku
nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia
sedang bahagia, bingung, atau sedih. Menurut Knapp dan Hall, isyarat nonverbal,
sebagaimana symbol verbal, jarang punya makna denotative yang tunggal.Salah
satu factor yang mempengaruhinya adalah konteks tempat perilaku yang
berlangsung. Misalnya melihat mata orang dapat berarti afeksi dalam satu
situasi dan agresi dalam situasi lain.
Komunikasi Nonverbal Menurut Para Ahli :
a.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Secara sederhana
pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan berupa kata-kata.
b.
Menurut Edward T.Hall, ia menamai bahasa nonverbal ini
sebagai “bahasa diam” (silent language) dan
“dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu
budaya
B.
Fungsi Komunikasi Nonverbal
Meskipun secara teoritis
komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataanya
kedua jenis komunikasi itu jalin-menjalin dalam komunikasi tatap muka
sehari-hari.Sebagian ahli berpendapat, terlalu mengada-ada membedakan kedua
jenis komunikasi ini.Dalam bahasa tanda Amerika untuk kaum tuna rungu gerakan tangan
yang digunakan sebenarnya bersifat linguistic.Dan dalam komunikasi ujaran,
rangsangan verbal dan nonverbal itu hamper selalu berlangsung bersama-sama
dalam berkombinasi.Kedua jenis rangsangan itu diinterpretasikan bersama-sama
oleh penerima pesan.Tidak ada struktur yang pasti, tetap, dan dapat diramalkan
mengenai hubungan antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.Keduanya
dapat berlangsung spontan, serempak, dan non-sekuensial.Akan tetapi, kita dapat
menemukan setidaknya tiga perbedaan pokok antara komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal:
a)
Pertama, sementara perilaku verbal
adalah saluran tunggal, perilaku nonverbal bersifat multisaluran. Misalnya:
yang diucapkan orang, yang kit abaca dalam media cetak, tetapi isyarat
nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, atau dicicipi, dan beberapa
isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan.
b)
Kedua, pesan verbal terpisah-pisah,
sedangkan pesan nonverbal tersinambung. Artinya, orang dapat mengawali dan
mengakhiri pesan verbal kapanpun ia mengkehendakinya, sedang pesan nonverbal
tetap mengalir sepanjang ada orang yang hadir didekatnya.
c)
Ketiga, komunikasi nonverbal
mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal.
Dilihat dari fungsinya, perilaku
nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan
nonverbal :
o
Emblem. Gerakan mata tertentu
merupakan symbol yang memiliki kesetaraan dengan symbol verbal. Kedipan mata
dapat mengatakan, “Saya tidak sungguh-sungguh.”
o
Ilustrator.Pandangan kebawah dapat
menunjukan depresi atau kesedihan.
o
Regulator. Kontak mata berarti saluran
percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
o
Pentesuai. Kedipan mata yang cepat
meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respons tidak disadari
yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
o
Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukan peningkatan
emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut, atau senang.
Lebih jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku verbal,
perilaku nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sbb :
·
Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal,
misalnya anda menganggukan kepala ketika anda mengatakan “Ya”.
·
Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.
Misalnya anda melambaikan tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan”.
·
Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal,
jadi berdiri sendiri, misalnya anda menggoyangkaan tangan anda dengan telapak
tangan mengarah kedepan (sebagai pengganti kata “Tidak”).
·
Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.
Misalnya anda sebagai mahasiswa mengenakan
jaket atau membereskan buku-buku.
·
Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan
dengan perilaku verbal. Misalnya, seorang suami mengatakan “Bagus”.
Dari penjelasan
diatas mengenai fungsi-fungsi komunikasi, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam
kehidupan manusia sehari-hari komunikasi nonverbal ini sangatlah penting, untuk
menjaga kesalah pahaman dalam mengartikan suatu perkataan, bahasa isyarat dan
gerakan tubuh, yang disampaikan oleh orang lain.
C.
Klasifikasi Pesan Nonverbal
Menurut
Ray L. Birdwhistell, 65% dari komunikasi tatap muka adalah noverbal, sementara
menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna sosial dalam komunikasi tatap
muka diperoleh isyarat-isyarat nonverbal. Dalam pandangan Birdwhistell, kita
sebenarnya mampu mengucapkan ribuan suara vokal, dan wajah kita dapat
menciptakan 250.000 ekspresi yang berbeda. Secara keseluruhan, seperti
dikemukakan para pakar, kita dapat menciptakan sebanyak 700.000 isyarat fisik
yang terpisah, demikian banyak sehingga upaya untuk mengumpulkannya akan
menimbulkan frustasi. Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini
dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal
menjadi tiga bagian. Pertama , bahasa tanda (sign language)
acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu; kedua,
bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak
digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya, berjalan; dan ketiga
bahasa objek (object language) pertunujukan benda, pakaian, dan
lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera,
gamabar, musik, dan sebagainya, baik secara sengaja ataupun tidak.
D.
Bahasa Tubuh
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang
diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell.Setiap
anggota seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala,
kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat
simbolik.Karena kita hidup, semua anggota badan kita senantiasa bergerak.Lebih
dari dua abad yang lalu Blaise Pascal menulis bahwa tabiat kita adalah
bergerak, istirahat sempurna adalah kematian. Ada beberapa gerakan isyarat yang
masuk dalam bahasa tubuh :
1)
Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan.
Perhatikanlah orang yang sering menelpon, meskipun lawan bicara tidak terlihat
ia menggerak-gerakan tangannya. Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan”
termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari, yang punya makna dalam suatu
budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama maknanya
boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda, akan tetapi maksudnya sama.
2)
Gerakan Kepala
Gerakan kepala ialah suatu isyarat anggota tubuh, yang
bermaksud untuk Smenyatakan “ ya atau
tidak”. Sebagai contohnya, di beberapa negara anggukan kepala malah berarti
“tidak”, seperti di Bulgaria,
sementara isyarat “ya” di negara itu
ialah menggelengkan kepala.Orang Inggris, seperti orang Indonesia menganggukan
kepala untuk menyatakan bahwa mereka mendengar, tapi tidak berarti menyetujui.
3)
Postur Tubuh Dan Posisi Kaki
Postur
tubuh sering bersifat simbolik, beberapa postur tubuh tertentu diasosiakan
dengan status social dan agama tertentu.Selama berabad-abad rakyat tidak boleh
berdiri atau duduk lebih tinggi daripada (kaki)
raja atau kaisarnya.Mereka harus berlutut atau bahkan bersujud untuk
menyembahnya.Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri, beberapa penelitian
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen.
4)
Ekspresi Wajah Dan Tatapan
Mata
Dalam suatu komunikasi nonverbalekspresi
wajah dan mata ini mempunyai banyak fungsi dan manfaat. Contohnya, hanya
dengan melakukan ekspresi wajah, dan khususnya tatapan pandanagan mata,
meskipun tidak berkata-kata itu sudah meyakinkan apa yang ingin kita sampaikan
kepada orang lain.
E.
Parabahasa
Para bahasa, atau
vokalika (vocalics), merujuk pada
espek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami , misalnya kecepatan
berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume) suara, intonasi,
kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau,
suara teputus-putus, suara yang bergetar, suitan, siulan, tawa, erangan,
tangis, gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara
ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah
menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan
ketegangan, kemarahan, atau ketakukan. Riset menunjukkan bahwa
F.
Sentuhan ( Toucing )
Ialah yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Menurut
bentuknya sentuhan badan dibagi tiga jenis, yaitu :
1)
Kinesbetic
Ialah isyarat yang
ditunjukan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai symbol keakraban
dan kemesraan.
2)
Sosiofugal
Ialah isyarat yang
ditunjukan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umunya orang Amerika dan
Asia Timur dalam menunjukan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan Asia
Selatan menunjukan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.
3)
Thermal
Ialah isyarat yang
ditunjukan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan
yang begitu intim.Misalnya menepuk punggung, karena sudah lama tidak lama tidak
bertemu.
Menurut Heslin, terdapat
lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat
impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sbb :
o
Fungsional – professional. Disini sentuhan bersifat
“dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayan toko membantu pelanggan
memilih pakaian.
o
Sosial – sopan. Perilaku dalam situasi ini
membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktek social yang berlaku,
misalnya berjabatan tangan.
o
Persahabatan – kehangatan. Kategori ini meliputi setiap
sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang
yang saling merangkul setelah lama berpisah.
o
Cinta –keintiman. Kategori ini merujuk pada
sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya
mencium pipi orang tua dengan lembut.
o
Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat
dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. Ramgsangan
seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.
Seperti makna pesan verbal,
makna pesan nonverbal, termasuk sentuhan, bukan hanya bergantung pada budaya,
tetapi juga pada konteks.Jabatan tangan kepada seorang kawan lama bisa berarti
“Saya senang berjumpa dengan kamu lagi”, kepada orang yang baru kita kenal
pertama kali.
G. Penampilan
Fisik
Perhatian pada penampilan fisik tampaknya universal.
Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu
busananya (model, kualitas bahan, warna), dan juga ornamen lain yang
dipakainya, seperti kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin,
anting-anting, dsb. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik
orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, dan model rambut.
Dalam tatanan penampilan fisik, dapat dibagi dua bagian :
1)
Busana
Nilai-nilai agama,
kebiasaan, tuntunan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan
tujuan pencintraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa
yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan
perubahan cara mereka berpakain. Banyak subkultur atau komunitas mengenakan
busana yang khas sebagai simbol keanggotan mereka dalam kelompok tersebut. Dan
kemudian sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian
mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious,
modern, atau berjiwa muda.
2)
Karakteristik Fisik
Seorang pria berwajah klimis
boleh jadi bertanya kepada pria lain yang berjenggot, “Mengapa Anda
Berjenggot?” padahal pertanyaan “Mengapa Anda Berwajah Klimis?” sama sahnya untuk diajukan kepadanya. Pria
muslim berjenggot sering dipersepsi sebagai fanatic dan fundamentalis, tetapi
tahukah anda bahwa wajah klimis konon melambangkan wajah-wajah para atlet
Yunani. Karakteristik fisik seperti daya tarik, warna kulit, rambut, kumis,
jenggot, dan lipstick, jelas dapat mengkomunikasikan sesuatu.
H.
Bau-bauan
Bau-bauan, terutama yang
menyenangkan (wewangian, seperti deodoran, eau de toilette, eau de
cologne, dab parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk
menyampaikan pesa, mirip dengan cara yang juga yang dilakukan hewan. Suku-suku
primitif di pedalaman telah lama menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan
wewangian. Pada zaman Nabi Muhammad, wanita yang ayahnya meninggal dunia,
dianjurkan untuk berkabung selam tiga hari. Sebagai tanda berkabung itu, mereka
tidak menggunakan wewangian selama itu. Namun kaum pria dianjurkan menggunakan
wewangian pada saat mereka melaksanakan salat Jum’at. Kita dapat menduga
bagaimana sifat seseorang dan selera makananya atau kepercayaannya berdasarkan
bau yang berasal dari tubuhnya dan dari rumahnya. Bau kemenyan yang berasal
dari rumah tetangga kita setiap malam Jum’at mengkomunikasikan kepercayaan
penghuni rumah itu, sebagaimana bau goreng jengkol dari rumah yang sama dapat
menyampaikan pesan mengenai selera makan pemilik rumah.
“Wewangian mengirim kesan
lebih mendalam ke otak ,” kata Harry Darsono, perancang model terkenal,
sementara Victor Hugo mengatakan, ”Tidak sesuatu pun membangkitkan kenangan
seperti suatu bau ”. Bau bunga melati mungkin akan mengingatkan kita pada
kematian seseorang yang kita kasihi belasan tahun lalu, atau pada perkawinan
kita puluhan tahun lalu. Bau parfum tertentu pun boleh jadi mengingatkan kita
pada seseorang yang khusus: ibunda, istri, mantan pacar, atau sahabat yang mungkin telah tiada.
I.
Orientasi Ruang Dan Jarak Pribadi
Setiap budaya punya cara
khas dalam mengkonseptualisasikan ruang, baik di dalam rumah, di luar rumah
ataupun dalam berhubungan dengan orang lain. Edward T. Hall adalah antropolog
yang menciptakan istilah proxemics (proksemika) sebagai bidang studi
yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara manusia
menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi.
o
Ruang Pribadi vs Ruang Publik
Setiap orang baik ia
sadar atau tidak, memiliki ruang pribadi (personal space) imajiner yang
bila dilanggar, akan membuatnya tidak nyaman. Untuk membuktikan lebih seksama
bahwa setiap orang mempunyai ruang pribadi ini- bila Anda laki-laki, hampirilah
seorang wanita yang anda tidak kenal (yang biasanya ruang pribadinya lebih
besar dari pada ruang pribadi orang yang anda kenal) sedekat mungkin dengan
anda. Misalnya anda duduk tiba-tiba disampingnya diperpustakaan, padahal ruang
yang ada cukup lapang. Ia pasti akan memberikan reaksi, seperti bergeser
kesamping, atau meletakkan buku atau tas sebagai penbatas antara dia dan anda.
Bila ia pindah ketempat lain, ikuti dia dan duduklah di dekatnya seperti tadi.
Kali ini mungkin ia akan cemberut, menggerutu, atau memelototi anda. Jika ia
menjauh lagi, dekati lagi. Kini mungkin ia membentak anda untuk tidak
mengganggunya, atau ia kabur meniggalkan anda. Dalam interaksi sehari-hari di
dalam dan di luar rumah, kita mengklaim wilayah pribadi kita. Keluarga
menetapkan siapa menempati kamar yang mana. Kamar tidur lazimnya adalah wilayah
paling pribadi, sementara ruang-ruang lainnya yang kurang pribadi
berturut-turut adalah ruang tengah, ruang tamu, teras, halaman, dan jalan.
o Posisi Duduk dan Pengaturan
Ruangan
Saat anda pertama kali
memasuki ruang kuliah dan memilih kursi, anda harus memutuskan dimana anda
harus duduk, di depan, di tengah, atau di belakang. Posisi duduk yang anda
putuskan, bila anda berpeluang untuk itu, boleh jadi akan ditafsirkan orang,
termasuk dosen anda. Bila anda memilih duduk di depan, mugkin anda dianggap
orang pandai, inign memperoleh nilai yang baik, hangat, terbuka, atau mencari
perhatian. Posisi tengah mungkin diidentikkan dengan kerendahan hati, tidak
ingin menonjol, sedangkan posisi belakang mungkin diasosiasiakan dengan ketidakpedulian
atau kebodohan.
J.
Konsep
Waktu
Waktu menentukan hubungan antar manusia. Pola hidup
manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya. Waktu berhubungan erat dengan
perasaan hati dan perasaan manusia . Kronemika
(chronemics) adalah studi dan interpreyasi atas waktu sebagai pesan.
Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua: waktu monokronik (M) dan
waktu polikronik (P).
Penganut waktu
polikronik memandang waktu sebagai
suatu putaran yang kembali dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan
kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri,
menekankan keterlibatan orang-orang dan penyelesaian transaksi ketimbang
menepati jadwal waktu. Sebaliknya penganut waktu
monokronik cenderung
mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus dari masa silam ke masa depan dan
memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-pilah, dihabiskan,
dibuang,dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau bahkan dibunuh, sehingga mereka
menekankan penjadwalan dan kesegaran
waktu. Penganut waktu M cenderung lebih menghargai waktu , tepat waktu, dan
membagi-bagi serta menepati jadwal waktu secara ketat, menggunakan satu segmen
waktu untuk mencapai satu tujuan. Sebaliknya penganut waktu P cenderung lebih
santai, dapat menjadwalkan waktu untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus.
K.
Diam
Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan kita yang
juga dapat diberi makna. John Cage mengatakan, tidak ada sesuatu yang disebut
ruang kosong atau waktu kosong. Sebenarnya bagaimanapun kita berusaha untuk
diam, kita tidak dapat melakukannya. Penulis dan filosof Amerika Henry David
Thoreau pernah menulis,”Dalam hubungan manusia mulai bukan ketika ada
kesalahpahaman mengenai kata-kata, namun ketika diam tidak dipahami.”
Sayangnya, makna yang diberikan terhadap diam terikat oleh budaya dan
faktor-faktor situasional. Faktor-faktor yang mempengaruhi diam antara lain
adalah durasi diam, dan situasi atau kelayakan waktu.
Dalam beberapa budaya, diam itu kurang disukai dari pada
berbicara. Dalam banyak situasi sosial kita menghargai pembicaraan, seberapa
kosong pun pembicaraan itu. Tujuannya adaalah untuk melepaskan ketegangan dan
mengatasi keterasingan. Akan tetapi dalam beberapa budaya lain, diam itu justru
menyenangkan. Dalam budaya Jepang Dan Finlandia, diam (jeda) saat berbicara
yang mengantarai suatu kalimat dengan kalimat berikutnya atau topik dengan
topik berikutnya adalah hal yang wajar, meskipun bagi orang Barat dan sebagian
orang Timur, hal itu terasa menggelisahkan dan sulit dipahami.
L.
Warna
Kita sering menggunakan warna untuk untuk menunjukkan
suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan
agama kita, seperti ditinjukkan kalimat
atau frase berikut: wajahnya merah, koran kuning, feeling
blue, matanya hijau kalau melihat duit, kabinet ijo royo-royo, dan sabagainya. Di Indonesia warna merah muda adalah
warna feminim (konon juga warna romantis yang disukai orang jatuh cinta),
sedangkan warna biru adalah warna maskulin. Tidak sedikit wanita yang baru
melahirkan membelikan barang-barang berwarna merah muda untuk anak perempuannya
dan benda-benda berwarna biru untuk anak lelakinya. Dua warna bertolak belakang
yang palig banyak dikupas dalam berbagai wacana, dari wacana keagamaan hingga
fiksi, adalah putih dan hitam. Warna putih sering bermakna positif, seperti
suci, murni, atau bersih. Warna putih dalam bendera Indonesia digambarkan
sebagai mewakili kesucian (sementara warna merahnya melambangkan keberanian).
Sedangkan warna hitam sering berkonotasi negatif seperti jahat, licik, buruk,
atau kotor.
Dalam tiap budaya terdapat konvensi tidak tertulis
mengenai warna pakaian yang layak dipakai ataupun tidak. Kaum wanita umumnya
lebih bebas memilih warna pakaian. Mereka lebih lazim menggunakan pakaian
berwarna menyala, seperti merah atau ungu, dari pada pria. Norma ini tampaknya
berlaku juga dalam banyak budaya,
termasuk di Barat. Bila anda sebagai pria memakai kemeja berwarna merah menyala
atau ungu, hampir bisa dipastikan semua orang akan melirik anda, dan mungkin
menganggap anda orang yang aneh (feminim).
M.
Artefak
Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan
manusia. Aspek ini merupakan perluasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan.
Benda –benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam
interaksi manusia, sering mengandung makna-makna tertentu. Rumah, kendaraan,
perabot rumah dan modelnya (furnitur , barang elektronik, lampu kristal),
patung, lukisan, kaligrafi, foto saat bersalaman dengan presiden, buku yang
kita pajang di ruang tamu, koran dan majalah yang kita baca, botol minuman
keras, bendera, dan benda-benda lain dalam lingkungan kita adalah pesan-pesan
bersifat nonverbal, sejauh dapat diberi makna.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan
disampaikan menggunakan symbol, gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan
kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya,
simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Tanpa
memperhatikan sungguh-sungguh bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi,
termasuk komunikasi nonverbal dan pemaknaan terhadap pesan nonverbal tersebut,
kita bisa gagal berkomunikasi dengan orang lain. Bila perilaku nonverbal orang
lain berbeda dengan perilaku nonverbal kita, sebenarnya itu tidak berarti orang
itu salah, bodoh atau sinting; alih-alih, secara kultural orang itu sedikit
berbeda dengan kita.
B.
Saran
Makalah ini di harapkan bisa menambah
wawasan pengetahuan kita, tentang bagaimana cara berkomunikasi nonverbal,
mengetahui perbedaan dan bentuk-bentuknya termasuk juga memahami ketika terjadi
perbedaan penggunaan komunikasi nonverbal yang di pengaruhi oleh budaya masing-masing
agar kita tidak terjebak pada apa yang disebut dengan “etnosentrisme”
(menganggap budaya sendiri sebagai standar mengukur budaya orang lain).
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. Ilmu
Komunikasi. Bandung: Rosda, 2014
